Oleh: Mansyah(manusia biasa)
Dalam kehidupan secara ekonomi kapital menjadi modal dasar. Diseluruh Negara manapun capital memiliki peranan sentral untuk menjalankan roda ekonomi. Namun pernahkah kita berpikir apakah sebenarnya kapital itu?
Kapital didalam kamus ilmiah adalah utama atau inti (seperti kata capital city yang berarti kota yang utama). kapital dalam pengertian ekonomi sering di identikkan dengan modal. Mengutip dari pengertian modal dalam situs internet Wikipedia.com;
“Modal memiliki banyak arti yang berhubungan dalam ekonomi, finansial, dan akunting. Dalam finansial dan akunting, modal biasanya menunjuk kepada kekayaan finansial, terutama dalam penggunaan awal atau menjaga kelanjutan bisnis. Awalnya, dianggap bahwa modal lainnya, misal modal fisik, dapat dicapai dengan uang atau modal finansial. Jadi di bawah kata modal berarti cara produksi”1
Namun secara umum dalam pengertian ini kata kapital seakan-akan di sejajarkan dengan uang, sedangkan uang dalam pengertiannya merupakan alat untuk mengukur kekayaan dan digunakan untuk kegiatan ekonomi yaitu transaksi. Artinya terdapat pergeseran makna dari kata kapital itu sendiri yaitu, kapital menjadi modal dan selanjutnya menjadi uang. Hal tersebut terlihat mengaburkan pengertian kapital itu sendiri.
Dalam bahasa latin abad pertengahan, kata kapital (capital) diartikan sebagai seekor sapi atau hewan ternak yang merupakan sumber kekayaan penting saat itu2. Selain biaya perawatannya rendah, mudah digerakkan, diukur maupun di hitung, hewan ternak mampu memberikan biaya tambahan atau nilai tambah, dengan memanfaatkan untuk industri lain seperti, susu, wol, dan daging. Selain itu Hewan ternak juga bisa mereproduksi sendiri. Dengan demikian istilah kapital berawal dari melakukan dua pekerjaan secara bersamaan, yaitu menangkap dimensi fisik dan aset-aset (seperti hewan ternak) sebagaimana potensi mereka yang bermanfaat bagi manusia dan untuk menghasilkan nilai tambah bagi manusia itu sendiri.
Referensi:
1.http://id.wikipedia.org/wiki/kapital
2.De Soto. Hernando, The Mystery Of Capital “Rahasia Kejayaan Kapitalisme Barat” Terjemahan bahasa Indonesia dari judul aslinya The Mystery Of Kapital “Why Capitalism Triumphs The West And Falls Everywhere Else” Qalam, April 2006
Rabu, 20 Mei 2009
Jumat, 15 Mei 2009
HARI PENDIDIKAN NASIONAL: BEREFLEKSI BESAR KAUM INTELEKTUAL
Hakikat pendidikan yaitu memanusiakan manusia. Hakekat ini menjadi tumpuan dimana kaum terdidik/ intelektual disebut sebagai “agent of change”, agen yang mampu mengubah realitas sosial atas proses ketertindasan baik bagi ketertindasannya sendiri maupun ketertindasan di lingkungan sosialnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pendidikan menjadi salah satu isu penting yang saat ini sering dibicarakan. Degradasi atas daya kritis wacana dalam membaca realitas sosial yang terjadi saat ini cukup memasung kaum intelektual [khususnya mahasiswa] yang seharusnya menjadi agen perubahan, justru memperkuat sistem kapitalisme yang hari ini menghisap kesadaran rakyat. Degradasi yang terjadi saat ini tidak terlepas dari kepentingan negara yang memegang otoritas sentral bagaimana mengarahkan dunia pendidikan mampu menjawab permasalahan sosial yang saat ini menjadi kendala di kehidupan berbangsa dan bernegara.
Didalam sejarah indonesia dengan jelas mencatat bagaimana kaum intelektual menjadi sentral perubahan dan melahirkan revolusi kemerdekaan indonesia 1945. kemunculan pendidikan “formal” yang lahir dari kebijakan politik etis pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, yang awalnya merupakan politik penguasaan pemerintah belanda terhadap daerah koloninya, mampu melahirkan individu-individu manusia yang sadar atas ketertindasan yang terjadi. Mereka berbalik melakukan perlawanan terhadap pemerintahan kolonial hindia-belanda untuk membebaskan rakyat dari proses eksploitasi dari pemerintahan Kolonial Hindia-Belanda dan mewujudkan kemerdekaan 100%.
Salah satu diantaranya adalah Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau biasa disebut Ki Hadjar Dewantara [2 Mei 1889-26 April 1959], yang hari lahirnya di jadikan sebagai hari pendidikan nasional. Ia merupakan sosok pejuang kemerdekaan yang sadar atas fungsi dari pendidikan dan mampu mendirikan “Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa” atau Perguruan Nasional Tamansiswa [3 Juli 1922] sebagai antitesis dari pendidikan belanda saat itu. Taman siswa suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda pada saat itu. Semboyannya yang cukup terkenal sampai hari ini dalan bahasa jawa adalah ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. ("di depan menjadi teladan, di tengah membangun semangat, dari belakang mendukung").
Namun, cita-cita besar itu musnah ketika kita memandang realitas hari ini. Munculnya kebijakan pendidikan [NKK/BKK, UU SISDIKNAS, Perpres 76 dan 77, dan UU BHP] cukup mengukung kesadaran, dan menghancurkan daya kritis serta keberpihakan kaum intelektual terhadap realitas sosialnya. Jika ditelusuri ternyata kebijakan-kebijakan tersebut tidak murni lahir dari Negara Indonesia sendiri, melainkan muncul melalui negosiasi politik antara negara dan modal internasional [IMF, World Bank, WTO]. Artinya kebijakan yang lahir tidak pernah tersambungkan dengan kebutuhan didunia pendidikan sendiri dan menjadi bumerang bagi dinamika pendidikan.
Hari pendidikan nasional yang seharusnya menjadi refleksi besar atas realitas yang terjadi di dunia pendidikan hanya menjadi moment ceremonial saja, isu-isu penting yang mampu mengubah realitas pendidikan tidak pernah dianggap sebagai hal yang fundamental. Sebagai kaum intelektual yang sadar, seharusnya mampu mendorong perubahan yang terjadi demi terwujudnya kemerdekaan 100%. Dari artikel kecil serta forum-forum diskusi kecil hingga sebuah organisasi yang revolusioner disanalah agen perubahan akan terlahir.(bim2)
Pendidikan menjadi salah satu isu penting yang saat ini sering dibicarakan. Degradasi atas daya kritis wacana dalam membaca realitas sosial yang terjadi saat ini cukup memasung kaum intelektual [khususnya mahasiswa] yang seharusnya menjadi agen perubahan, justru memperkuat sistem kapitalisme yang hari ini menghisap kesadaran rakyat. Degradasi yang terjadi saat ini tidak terlepas dari kepentingan negara yang memegang otoritas sentral bagaimana mengarahkan dunia pendidikan mampu menjawab permasalahan sosial yang saat ini menjadi kendala di kehidupan berbangsa dan bernegara.
Didalam sejarah indonesia dengan jelas mencatat bagaimana kaum intelektual menjadi sentral perubahan dan melahirkan revolusi kemerdekaan indonesia 1945. kemunculan pendidikan “formal” yang lahir dari kebijakan politik etis pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, yang awalnya merupakan politik penguasaan pemerintah belanda terhadap daerah koloninya, mampu melahirkan individu-individu manusia yang sadar atas ketertindasan yang terjadi. Mereka berbalik melakukan perlawanan terhadap pemerintahan kolonial hindia-belanda untuk membebaskan rakyat dari proses eksploitasi dari pemerintahan Kolonial Hindia-Belanda dan mewujudkan kemerdekaan 100%.
Salah satu diantaranya adalah Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau biasa disebut Ki Hadjar Dewantara [2 Mei 1889-26 April 1959], yang hari lahirnya di jadikan sebagai hari pendidikan nasional. Ia merupakan sosok pejuang kemerdekaan yang sadar atas fungsi dari pendidikan dan mampu mendirikan “Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa” atau Perguruan Nasional Tamansiswa [3 Juli 1922] sebagai antitesis dari pendidikan belanda saat itu. Taman siswa suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda pada saat itu. Semboyannya yang cukup terkenal sampai hari ini dalan bahasa jawa adalah ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. ("di depan menjadi teladan, di tengah membangun semangat, dari belakang mendukung").
Namun, cita-cita besar itu musnah ketika kita memandang realitas hari ini. Munculnya kebijakan pendidikan [NKK/BKK, UU SISDIKNAS, Perpres 76 dan 77, dan UU BHP] cukup mengukung kesadaran, dan menghancurkan daya kritis serta keberpihakan kaum intelektual terhadap realitas sosialnya. Jika ditelusuri ternyata kebijakan-kebijakan tersebut tidak murni lahir dari Negara Indonesia sendiri, melainkan muncul melalui negosiasi politik antara negara dan modal internasional [IMF, World Bank, WTO]. Artinya kebijakan yang lahir tidak pernah tersambungkan dengan kebutuhan didunia pendidikan sendiri dan menjadi bumerang bagi dinamika pendidikan.
Hari pendidikan nasional yang seharusnya menjadi refleksi besar atas realitas yang terjadi di dunia pendidikan hanya menjadi moment ceremonial saja, isu-isu penting yang mampu mengubah realitas pendidikan tidak pernah dianggap sebagai hal yang fundamental. Sebagai kaum intelektual yang sadar, seharusnya mampu mendorong perubahan yang terjadi demi terwujudnya kemerdekaan 100%. Dari artikel kecil serta forum-forum diskusi kecil hingga sebuah organisasi yang revolusioner disanalah agen perubahan akan terlahir.(bim2)
HARI BURUH SEDUNIA, PERJUANGAN BURUH MENUNTUT HAK NORMATIFNYA
Hari buruh sedunia merupakan hari penting dimana dalam sejarahnya, pada abad ke-19 buruh di Amerika melakukan perlawanan untuk menetapkan jam kerja maksimal 8 jam dalam sehari. Semangat inilah yang menjadi semangat awal tentang perjuangan buruh yang sampai saat ini belum mendapatkan kesejahteraannya (sandang, pangan ,dan papan). Hal ini terutama keadaan buruh di indonesia.
Di indonesia kelahiran kaum buruh, merupakan akibat dari proses eksploitasi kolonial hindia-belanda di nusantara serta penerapan politik etis pada awal abad-20. Pendidikan formal yang saat itu lahir difungsikan guna mencetak tenaga murah dan trampil (baca buruh) untuk melancarkan proses eksploitasi ekonomi. Namun tak dapat di pungkiri, dari pendidikan pun lahir sekian intelektual yang sadar atas ketertindasan yang terjadi dan rela mempertaruhkan nyawa dan raga untuk merebut kemerdekaan 100%.revolusi kemerdekaan 1945 pun tidak terlepas dari perjuangan kaum buruh.
Namun saat ini jika kita maelihat realitas sosial yang terjadi khususnya kaum buruh.kesejahteraannya sangat jauh.dari kenyataan beberapa kebijakan negara yang tidak memihak kaum buruh pun dilahirkan oleh negara.sebut saja Peraturan 4 Menteri tentang pembekuan upah buruh jelas-jelas merupakan tindakan yang keliru. Munculnya, undang-undang ketenagakerjaan tahun 2003 yang melahirkan sistem kerja kontrak dan outsourching juga menjadi satu kendala bagi buruh untuk mendapatkan kesejahteraannya.
Munculnya beberapa kebijakan itu tidak terlepas dari isu didataran ekonomi dunia yang melanggengkan sistem kapitalisme yang sering dikenal dengan sebutan globalisasi/neoimperialisme-kapitalisme. Adanya krisis global yang terjadi di amerika menambah nasib buruh terperuk untuk masa depannya. Pertemuan G20 pun tidak menghasilkan solusi yang mampu mengangkat kesejahteraan buruh. Pertemuan ini hanya mendorong peminjaman hutang dari negara-negara dunia ketiga kepada negara-negara maju melalui lembaga donor (IMF dan World Bank). Padahal jika dirunut dari sejarah keterpurukan indonesia salah satunya di akibatkan oleh jebakan hutang yang di motori oleh negara maju khususnya Amerika melalui lembaga donor internasional. Hal tersebut yang menyebabkan dependencia atau ketergantungan indonesia terhadap negara-negara maju.
Kondisi hari ini, buruh sangat mengenaskan. Informasi ABY (Aliansi Buruh Yogyakarta) menyatakan bahwa buruh dibeberapa perusahaan banyak yang belum mendapatkan upah layak, jangankan upah layak yang tidak di bayar selama 2 sampai 3 bulanpun banyak. Ada juga kasus perusahaan yang menuduh buruh membocorkan rahasia perusahaan yang kasusnya sampai saat ini terus berlanjut. Dapat di katakan hari ini buruh masih berjuang menuntut hak normatifnya. (Bim2)
Di indonesia kelahiran kaum buruh, merupakan akibat dari proses eksploitasi kolonial hindia-belanda di nusantara serta penerapan politik etis pada awal abad-20. Pendidikan formal yang saat itu lahir difungsikan guna mencetak tenaga murah dan trampil (baca buruh) untuk melancarkan proses eksploitasi ekonomi. Namun tak dapat di pungkiri, dari pendidikan pun lahir sekian intelektual yang sadar atas ketertindasan yang terjadi dan rela mempertaruhkan nyawa dan raga untuk merebut kemerdekaan 100%.revolusi kemerdekaan 1945 pun tidak terlepas dari perjuangan kaum buruh.
Namun saat ini jika kita maelihat realitas sosial yang terjadi khususnya kaum buruh.kesejahteraannya sangat jauh.dari kenyataan beberapa kebijakan negara yang tidak memihak kaum buruh pun dilahirkan oleh negara.sebut saja Peraturan 4 Menteri tentang pembekuan upah buruh jelas-jelas merupakan tindakan yang keliru. Munculnya, undang-undang ketenagakerjaan tahun 2003 yang melahirkan sistem kerja kontrak dan outsourching juga menjadi satu kendala bagi buruh untuk mendapatkan kesejahteraannya.
Munculnya beberapa kebijakan itu tidak terlepas dari isu didataran ekonomi dunia yang melanggengkan sistem kapitalisme yang sering dikenal dengan sebutan globalisasi/neoimperialisme-kapitalisme. Adanya krisis global yang terjadi di amerika menambah nasib buruh terperuk untuk masa depannya. Pertemuan G20 pun tidak menghasilkan solusi yang mampu mengangkat kesejahteraan buruh. Pertemuan ini hanya mendorong peminjaman hutang dari negara-negara dunia ketiga kepada negara-negara maju melalui lembaga donor (IMF dan World Bank). Padahal jika dirunut dari sejarah keterpurukan indonesia salah satunya di akibatkan oleh jebakan hutang yang di motori oleh negara maju khususnya Amerika melalui lembaga donor internasional. Hal tersebut yang menyebabkan dependencia atau ketergantungan indonesia terhadap negara-negara maju.
Kondisi hari ini, buruh sangat mengenaskan. Informasi ABY (Aliansi Buruh Yogyakarta) menyatakan bahwa buruh dibeberapa perusahaan banyak yang belum mendapatkan upah layak, jangankan upah layak yang tidak di bayar selama 2 sampai 3 bulanpun banyak. Ada juga kasus perusahaan yang menuduh buruh membocorkan rahasia perusahaan yang kasusnya sampai saat ini terus berlanjut. Dapat di katakan hari ini buruh masih berjuang menuntut hak normatifnya. (Bim2)
Jumat, 24 April 2009
Malukah kita jadi orang Indonesia???
“Langit akhlak rubuh, diatas negeriku berserak serak
hukum tak tegang doyong berderak derak
berjalan di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lebuh tun Razak
berjalan aku di Dam Cham Elyees dan Mesopotamia
di sela khalayak di belakang hitam kaca mata
dan ku benamkan topi baret di kepala
malu aku jadi orang Indonesia”
(karya: Taufiq Ismail)
Sepotong puisi Taufik Ismail, seorang sastrawan angkatan 66 yang mempunyai pengaruh cukup popular dalam masyarakat, mengapa ia malu menjadi orang Indonesia?
Orang yang popular dan cerdas juga bisa malu jadi orang Indonesia. Apakah kita juga akan malu? Kita belum tahu mengapa beliau membuat puisi seperti yang tersirat di atas. Posisinya yang cukup unggul di era orde baru , mungkin juga menimbulkan suatu penyesalan tersendiri. Selain itu ketidakjelasan arah gerak reformasi juga melatarbelakangi puisi tersebut.
Puisi diatas mengajak kita merenungi eksistensi diri di tengah reformasi. Walaupun beliau mempunyai alasan yang kuat dalam mengungkapkan mengapa ia malu jadi orang Indonesia, tetap saja tidak sepenuhnya dipergunakan sebagai acuan lengkap tentang situasi tertentuyang diungkapkan. Itu dulu, saat zaman reformasi. Indonesia sekarang sud h lebih maju dari pada yang dulu.
Kita sebagai generasi penerus bangsa kenapa mesti malu. Maju-tidaknya, Indonesia tergantung kita. Kita punya banyak sumber daya alam, punya objek wisata nan indah. Kita punya keanekaragaman budaya dari Sabang sampai Merauke. Tinggal bagaimana kita mengelola dengan sebaik-baiknya.
By; Mie_NdUtz
hukum tak tegang doyong berderak derak
berjalan di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lebuh tun Razak
berjalan aku di Dam Cham Elyees dan Mesopotamia
di sela khalayak di belakang hitam kaca mata
dan ku benamkan topi baret di kepala
malu aku jadi orang Indonesia”
(karya: Taufiq Ismail)
Sepotong puisi Taufik Ismail, seorang sastrawan angkatan 66 yang mempunyai pengaruh cukup popular dalam masyarakat, mengapa ia malu menjadi orang Indonesia?
Orang yang popular dan cerdas juga bisa malu jadi orang Indonesia. Apakah kita juga akan malu? Kita belum tahu mengapa beliau membuat puisi seperti yang tersirat di atas. Posisinya yang cukup unggul di era orde baru , mungkin juga menimbulkan suatu penyesalan tersendiri. Selain itu ketidakjelasan arah gerak reformasi juga melatarbelakangi puisi tersebut.
Puisi diatas mengajak kita merenungi eksistensi diri di tengah reformasi. Walaupun beliau mempunyai alasan yang kuat dalam mengungkapkan mengapa ia malu jadi orang Indonesia, tetap saja tidak sepenuhnya dipergunakan sebagai acuan lengkap tentang situasi tertentuyang diungkapkan. Itu dulu, saat zaman reformasi. Indonesia sekarang sud h lebih maju dari pada yang dulu.
Kita sebagai generasi penerus bangsa kenapa mesti malu. Maju-tidaknya, Indonesia tergantung kita. Kita punya banyak sumber daya alam, punya objek wisata nan indah. Kita punya keanekaragaman budaya dari Sabang sampai Merauke. Tinggal bagaimana kita mengelola dengan sebaik-baiknya.
By; Mie_NdUtz
KTT G 20
Konferensi Tingkat Tinggi Government 20 yang sering disebut dengan KTT G 20. Konferensi ini beranggotakan negara – negara berkembang dan maju yang jumlah anggotanya ada 19 negara dan 1 Uni Eropa. Nama – nama negara yang menjadi anggota G 20 yaitu Argentina, Australia, Brasil, Inggris, Kanada, China, Uni Eropa, Perancis, Jerman, India, Indonesia, Italia, Jepang, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, korea Selatan, Turki dan AS . KTT G 20 dibentuk pada tanggal 26 September 1999 sebagai wadah pertemuan bank sentral dan menteri keuangan dari 19 negara dan Uni Eopa. Kelompok ini dibentuk pasca krisis Asia dekade 1990an yang memberi efek domino kepada banyak negara. Berkembangnya peran negara – negara di luar G 8 secara ekonomi, politik membuat G 8 tidak memadai sebagai wahana diskusi atas masalah – masalah dunia. Karena itu G 20 dibentuk untuk mengikutsertakan negara-negara dalam forum diskusi.
Beberapa hari yang lalu pada tanggal 2-4 April 2009 di London 20 kepala negara/kepala pemerintahan bertemu dalam KTT G 20. Kali ini KTT G 20 membahas tentang memperkuat transparansi dan akuntabilitas sektor keuangan, memperkuat peraturan di sektor keuangan global yang selama ini dianggap lemah sehingga menjadi sumber kehancuran sekto keuangan global, memperkuat koordianasi kerjasama ekonomi, Mereformasi arsitektur sistem keuangan global.
Di samping itu ribuan orang berdemonstrasi di beberapa ibu kota negara di Eropa. Mereka melakukan protes berkenaan dengan dilaksakannya KTT G 20. Hal itu merupakan ekspresi kemarahan tentang ongkos yang timbul akibat krisis finansial. Aksi itu dilakukan oleh tuan rumah KTT yaitu London. 35.000 orang memenuhi jalan – jalan di London. Mereka melakukan aksi agar pertemuan G 20 terus mempertahankan tenaga kerja, penciptaan ekonomi berbasis karbon minimal dan mendesak adanya pengawasan lebih ketat pada sektor finansial.Aksi serupa dilakukan oleh beberapa negara – negara di Eropa seperti Berlin dan Frankrut, Jerman kemudian Vienna, Austria. Mereka menentang dampak globalisasi dan Paris, Perancis.
Akan tetapi Indonesia malah tidak menanggapi tentang isu-isu yang menyebar pada saat KTT G 20. Indonesia malah sedang sibuk dengan urusan pemilu 2009 yang tidak jelas adanya yang hanya mengumbar janji. Padahal KTT G 20 ini menjadi ancaman bagi kita untuk ke depan karena Indonesia bermaksud untuk mengajukan hutang luar negeri kembali kepada IMF. Dan itu akan berdampak buruk karena hutang luar negeri kita akan semakin menumpuk dan orang – orang kecil akan menjadi korban ketertindasan lagi. Pengaruh KTT G 20 tidak ada sama sekali yang baik terhadap Indonesia karena KTT ini hanya membicarakan tentang reorganisasi dan rekonsiliasi saja tidak menyelesaikan masalah-masalah yang ada di negara- negara berkembang bahkan KTT ini akan menambah masalah negara-negara berkembang terutama Indonesia.
Beberapa hari yang lalu pada tanggal 2-4 April 2009 di London 20 kepala negara/kepala pemerintahan bertemu dalam KTT G 20. Kali ini KTT G 20 membahas tentang memperkuat transparansi dan akuntabilitas sektor keuangan, memperkuat peraturan di sektor keuangan global yang selama ini dianggap lemah sehingga menjadi sumber kehancuran sekto keuangan global, memperkuat koordianasi kerjasama ekonomi, Mereformasi arsitektur sistem keuangan global.
Di samping itu ribuan orang berdemonstrasi di beberapa ibu kota negara di Eropa. Mereka melakukan protes berkenaan dengan dilaksakannya KTT G 20. Hal itu merupakan ekspresi kemarahan tentang ongkos yang timbul akibat krisis finansial. Aksi itu dilakukan oleh tuan rumah KTT yaitu London. 35.000 orang memenuhi jalan – jalan di London. Mereka melakukan aksi agar pertemuan G 20 terus mempertahankan tenaga kerja, penciptaan ekonomi berbasis karbon minimal dan mendesak adanya pengawasan lebih ketat pada sektor finansial.Aksi serupa dilakukan oleh beberapa negara – negara di Eropa seperti Berlin dan Frankrut, Jerman kemudian Vienna, Austria. Mereka menentang dampak globalisasi dan Paris, Perancis.
Akan tetapi Indonesia malah tidak menanggapi tentang isu-isu yang menyebar pada saat KTT G 20. Indonesia malah sedang sibuk dengan urusan pemilu 2009 yang tidak jelas adanya yang hanya mengumbar janji. Padahal KTT G 20 ini menjadi ancaman bagi kita untuk ke depan karena Indonesia bermaksud untuk mengajukan hutang luar negeri kembali kepada IMF. Dan itu akan berdampak buruk karena hutang luar negeri kita akan semakin menumpuk dan orang – orang kecil akan menjadi korban ketertindasan lagi. Pengaruh KTT G 20 tidak ada sama sekali yang baik terhadap Indonesia karena KTT ini hanya membicarakan tentang reorganisasi dan rekonsiliasi saja tidak menyelesaikan masalah-masalah yang ada di negara- negara berkembang bahkan KTT ini akan menambah masalah negara-negara berkembang terutama Indonesia.
Legitimasi PEmilihan umum 2009, Perlu Dipertanyakan Keabsahannya
Pemilihan Umum, yang sering dikatakan sebagai pesta demokrasi untuk memilih Partai Politik dan DPD, DPR, maupun DPRD yang telah diselenggarakan pada 9 April 2009 lalu, ternyata menunjukkan kegagalannya. Kegagalan itu, dapat kita sinyalir dari tingginya angka GOLPUT yang ada, dimana keadaan ini diakibatkan dari banyaknya warga yang memang menjatuhkan pilihannya pada GOLPUT maupun banyaknya warga yang dipaksa untuk GOLPUT. Kegagalan Pemilihan Umum ini menjadi rujukan untuk mempertanyakan kembali legitimasi atau kepercayaan atas proses Pemilihan Umum itu sendiri.
Pada Pemilihan Umum Legislatif minggu kemarin, angka GOLPUT mencapai lebih dari 30 %. Artinya, GOLPUT mengalahkan Partai Demokrat, Partai Golkar, dan PDI-P, yang berdasarkan hitung cepat Lembaga Survey Indonesia diramalkan meraih suara nasional masing-masing 20,29 %, 14,77 %, 14,28 %. Bila perhitungan memasukkan suara GOLPUT, Partai Demokrat hanya meraih 14 % dari penduduk berusia 17 tahun ke atas, Partai Golkar dan PDI-P masing-masing hanya 10-an %. Jadi, GOLPUT secara de facto memenangi Pemilihan Umum Legislatif 2009 ( Kompas, Selasa 14 April 2009 ).
Besarnya angka GOLPUT itu, tidak luput dari kesalahan yang dilakukan oleh KPU sebagai pihak penyelenggagara Pemilihan Umum kali ini. Bahkan Komite Pemilih (Tepi) Indonesia, menyatakan bahwa pelaksanaan Pemilihan Umum Legislatif 2009 dari sisi managemen pelaksanaan merupakan yang terburuk dari pelaksanaan pemilu-pemilu sebelumnya ( Kompas, Sabtu 11 April 2009 ). Kesalahan itu terkait dengan kesalahan Daftar Pemilih Tetap, yang mana telah mengalami penggelembungan dan penggembosan pemilih sekaligus. Banyak warga yang seharusnya telah memiliki Hak untuk memilih tidak terdaftar sebagai pemilih, banyak nama bayi dan nama orang yang telah meninggal malah terdaftar sebagai pemilih, banyak pula nama pemilih ganda. Tambah lagi, banyaknya DPT yang tertukar antar TPS, sehingga banyak caleg yang tidak dikenal oleh pemilih.
Namun, juga tidak menutup kemungkinan sebagian besar pemilih GOLPUT memiliki kesadaran rasional atas fenomena Pemilihan Umum dalam konteks Demokrasi Liberal, yang mana mereka rasa tidak akan membawa dampak perbaikan atas kehidupan bangsa. GOLPUT dalam kelompok masyarakat ini merupakan deklarasi perlawanan dan perjuangan atas ketidakadilan. Dimana dalam pembacaannya, Pemilihan Umum dalam konteks Demokrasi Liberal, seperti yang terjadi di Indonesia kali ini, memberikan kebebasan bagi partai maupun calon yang mereka usung dengan syarat memiliki modal ( kekayaan ) untuk bertarung dalam kampanye politik, bukan bagi mereka yang memiliki program jelas untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Sehingga menjadi tidak mengherankan jika pejabat terpilih tidak akan mampu menelurkan kebijakan-kebijakan yang pro-rakyat dan membawa keadilan dan kesejahteraan pada rakyat.
Banyaknya pelaporan atas pelanggaran Pemilihan Umum Legislatif Kamis kemarin, yang dilakukan oleh partai, calon yang diajukan, atau bahkan penyelenggara Pemilihan Umum ( KPU dan Pemerintah), menjadi bukti bahwa GOLPUT menjadi pilihan yang Rasional. Hingga hari ketiga pukul 18.00 kemarin. Badan Pengawas Pemilu telah menerima 754 laporan kasus pelanggaran administrasi dan tindak pidana pemilu,seperti politik uang dan menggunakan hak pilih orang lain (Koran Tempo, Senin 13 April 2009 ). Selain itu, GOLPUT menjadi rasional setelah kita melihat fenomena mencuatnya calon-calon legislatif yang mendadak menderita depresi berat (gila) atau bahkan mati karena serangan jantung akibat dari kekalahan dalam Pemilihan Umum. Sebagian besar dari mereka merasa bahwa modal besar yang mereka keluarkan tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh. Ini menjadi bukti bahwa majunya mereka untuk mencalonkan diri sebagai calon wakil rakyat bukan karena dilandasi atas kesadarannya untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, tetapi kesadaran atas keuntungan pribadi maupun golongan yang akan diperoleh jika ia menduduki kursi legislatif atau bahkan eksekutif pada Juli mendatang.
Kenyataan di atas menjadi landasan kuat untuk menjawab atas pertanyaan tentang keabsahan dari legitimasi Pemilihan Umum 2009. Dimana jawaban yang tepat merujuk rasionalisasi yang ada adalah “Pemilihan Umum 2009 telah Lemah Legetimasi atau Cacat Kepercayaan”. Ini berarti juga bahwa calon yang terpilih patut untuk mendapatkan Delegetimasi.
Selain pada itu, lemahnya legitimasi Pemilihan Umum 2009 juga diakibatkan oleh banyaknya kecurangan yang terjadi pada proses persiapan, pelaksanaan pemilihan itu sendiri Delegetimasi atas Pemilihan Umum ini bisa berakibat pada lemahnya legetimasi atas calon yang terpilih.pada Delegetimasi atau cacat kepercayaan atas proses Pemilihan Umum itu sendiri
Pada Pemilihan Umum Legislatif minggu kemarin, angka GOLPUT mencapai lebih dari 30 %. Artinya, GOLPUT mengalahkan Partai Demokrat, Partai Golkar, dan PDI-P, yang berdasarkan hitung cepat Lembaga Survey Indonesia diramalkan meraih suara nasional masing-masing 20,29 %, 14,77 %, 14,28 %. Bila perhitungan memasukkan suara GOLPUT, Partai Demokrat hanya meraih 14 % dari penduduk berusia 17 tahun ke atas, Partai Golkar dan PDI-P masing-masing hanya 10-an %. Jadi, GOLPUT secara de facto memenangi Pemilihan Umum Legislatif 2009 ( Kompas, Selasa 14 April 2009 ).
Besarnya angka GOLPUT itu, tidak luput dari kesalahan yang dilakukan oleh KPU sebagai pihak penyelenggagara Pemilihan Umum kali ini. Bahkan Komite Pemilih (Tepi) Indonesia, menyatakan bahwa pelaksanaan Pemilihan Umum Legislatif 2009 dari sisi managemen pelaksanaan merupakan yang terburuk dari pelaksanaan pemilu-pemilu sebelumnya ( Kompas, Sabtu 11 April 2009 ). Kesalahan itu terkait dengan kesalahan Daftar Pemilih Tetap, yang mana telah mengalami penggelembungan dan penggembosan pemilih sekaligus. Banyak warga yang seharusnya telah memiliki Hak untuk memilih tidak terdaftar sebagai pemilih, banyak nama bayi dan nama orang yang telah meninggal malah terdaftar sebagai pemilih, banyak pula nama pemilih ganda. Tambah lagi, banyaknya DPT yang tertukar antar TPS, sehingga banyak caleg yang tidak dikenal oleh pemilih.
Namun, juga tidak menutup kemungkinan sebagian besar pemilih GOLPUT memiliki kesadaran rasional atas fenomena Pemilihan Umum dalam konteks Demokrasi Liberal, yang mana mereka rasa tidak akan membawa dampak perbaikan atas kehidupan bangsa. GOLPUT dalam kelompok masyarakat ini merupakan deklarasi perlawanan dan perjuangan atas ketidakadilan. Dimana dalam pembacaannya, Pemilihan Umum dalam konteks Demokrasi Liberal, seperti yang terjadi di Indonesia kali ini, memberikan kebebasan bagi partai maupun calon yang mereka usung dengan syarat memiliki modal ( kekayaan ) untuk bertarung dalam kampanye politik, bukan bagi mereka yang memiliki program jelas untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Sehingga menjadi tidak mengherankan jika pejabat terpilih tidak akan mampu menelurkan kebijakan-kebijakan yang pro-rakyat dan membawa keadilan dan kesejahteraan pada rakyat.
Banyaknya pelaporan atas pelanggaran Pemilihan Umum Legislatif Kamis kemarin, yang dilakukan oleh partai, calon yang diajukan, atau bahkan penyelenggara Pemilihan Umum ( KPU dan Pemerintah), menjadi bukti bahwa GOLPUT menjadi pilihan yang Rasional. Hingga hari ketiga pukul 18.00 kemarin. Badan Pengawas Pemilu telah menerima 754 laporan kasus pelanggaran administrasi dan tindak pidana pemilu,seperti politik uang dan menggunakan hak pilih orang lain (Koran Tempo, Senin 13 April 2009 ). Selain itu, GOLPUT menjadi rasional setelah kita melihat fenomena mencuatnya calon-calon legislatif yang mendadak menderita depresi berat (gila) atau bahkan mati karena serangan jantung akibat dari kekalahan dalam Pemilihan Umum. Sebagian besar dari mereka merasa bahwa modal besar yang mereka keluarkan tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh. Ini menjadi bukti bahwa majunya mereka untuk mencalonkan diri sebagai calon wakil rakyat bukan karena dilandasi atas kesadarannya untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, tetapi kesadaran atas keuntungan pribadi maupun golongan yang akan diperoleh jika ia menduduki kursi legislatif atau bahkan eksekutif pada Juli mendatang.
Kenyataan di atas menjadi landasan kuat untuk menjawab atas pertanyaan tentang keabsahan dari legitimasi Pemilihan Umum 2009. Dimana jawaban yang tepat merujuk rasionalisasi yang ada adalah “Pemilihan Umum 2009 telah Lemah Legetimasi atau Cacat Kepercayaan”. Ini berarti juga bahwa calon yang terpilih patut untuk mendapatkan Delegetimasi.
Selain pada itu, lemahnya legitimasi Pemilihan Umum 2009 juga diakibatkan oleh banyaknya kecurangan yang terjadi pada proses persiapan, pelaksanaan pemilihan itu sendiri Delegetimasi atas Pemilihan Umum ini bisa berakibat pada lemahnya legetimasi atas calon yang terpilih.pada Delegetimasi atau cacat kepercayaan atas proses Pemilihan Umum itu sendiri
Membangun Aras Pergerakan Kita Menuju Pembebasan Nasional Rakyat Indonesia
“Sejarah rakyat adalah sejarah penindasan dan sejarah perlwanan”, itulah sebuah kata yang hendaknya menjadi awalan bagi kita untuk selalu terus berjuang dan menang. Praktek imperialisme yang dalam massa awalnya mengambil bentuk kolonialisme telah menghasilkan tidak hanya dalam pengertian politik yaitu kolonial, melainkan juga meninggalkan problem-problem hegemoni budaya serta pengetahuan dan problem sosisal-ekonomi. Maka makna kemerdekaan seratus persen dalam negara pasca kolonial tidak hanya berarti penyerahan kekuasaan dari bangsa asing (penjajah) ke pihak negara kolonial, tetapi kemerdekaan juga harus dalam pengertian penguasaan alat produksi dan pengetahuan seutuhnya.
Adanya hegemoni yang dilakukan oleh kekuatan kapitalisme saat ini telah menyebabkan bangsa ini dipaksa berfikir dan bertindak diluar kehendak dan kemampuannya, sehingga hal ini menyebabkan adanya eksploitasi oleh negara-negara kapitalis terhadap bangsa ini. Dikuasainya alat produksi pengetahuan Indonesia saat ini, pada akhirnya bukan saja telah menyebabkan terciptanya sebuah pengetahuan yang sangat jauh akan realitas sosial yang ada, melainkan juga telah menyebabkan terciptanya intelektual-intelektual tukang yang justru menjadi kaki tangan sang penindas, maka dari sinilah kta bisa menemukan hakekat sebuah penindasan (imperialisme).
Mahasiswa sebagai kaum intelektual terpelajar yang merupakan tenaga produktif perlawanan, hendaknya mampu membaca dan memberikan sekian penjelasan tersistematisir akan struktur penindasan yang terjadi demi terciptanya pembebasan nasional, untuk kelas tertindas oleh kelas tertindas dan dalam konteks ketertindasannya masing-masing. Maka sebenarnya hal inilah yang membedakan antara gerakan dengan gerak-gerik. Pada akhirnya hal tersebut sadar ataupun tidak sadar pasti akan menuntut gerakan mahasiswa untuk terus mampu membongkar dan menafsirkan sekian teori yang ada untuk kemudian mampu menyambungkannya dengan sekian realitas yang ada dalam masyarakat. Dimana hal itu yang nantinya akan menuntun kerja-kerja gerakan kedepan dalam rangka merebut alat produksi pengetahuan serta menciptakan sebuah ilmu pengetahuan yang berpihak kepada kaum tertindas. Karena teori revolusi yang tidak disusun dari dan sebagai tindakan praksis perjuangan maka hanya akan menjadi sebuah cerita yang hanya layak didengar dan mungkin malah akan menidurkan kembali kesadaran massa rakyat yang telah tertindas.
Praksisnya gerakan mahasiswa harus mampu melakukan sekian konsolidasi kerakyatan guna meradilkan kembali massa rakyat yang sudah sekian lama dinina-bobokkan oleh sekian pembodohan-pembodohan lewat ilmu pengetahuan yang telah diciptakan oleh kaum penindas. Melalui sekian konsolidasi kerakyatan inilah yang nantinya akan menciptakan suatu solidaritas ketertindasan menuju persatuan perjuangan menuju pembebasan nasional yang akan membongkar kabut-kabut ketertundukan yang sangat mempenagruhi alam berfikir massa rakyat saat ini.
Langganan:
Postingan (Atom)