Jumat, 24 April 2009

Legitimasi PEmilihan umum 2009, Perlu Dipertanyakan Keabsahannya

Pemilihan Umum, yang sering dikatakan sebagai pesta demokrasi untuk memilih Partai Politik dan DPD, DPR, maupun DPRD yang telah diselenggarakan pada 9 April 2009 lalu, ternyata menunjukkan kegagalannya. Kegagalan itu, dapat kita sinyalir dari tingginya angka GOLPUT yang ada, dimana keadaan ini diakibatkan dari banyaknya warga yang memang menjatuhkan pilihannya pada GOLPUT maupun banyaknya warga yang dipaksa untuk GOLPUT. Kegagalan Pemilihan Umum ini menjadi rujukan untuk mempertanyakan kembali legitimasi atau kepercayaan atas proses Pemilihan Umum itu sendiri.
Pada Pemilihan Umum Legislatif minggu kemarin, angka GOLPUT mencapai lebih dari 30 %. Artinya, GOLPUT mengalahkan Partai Demokrat, Partai Golkar, dan PDI-P, yang berdasarkan hitung cepat Lembaga Survey Indonesia diramalkan meraih suara nasional masing-masing 20,29 %, 14,77 %, 14,28 %. Bila perhitungan memasukkan suara GOLPUT, Partai Demokrat hanya meraih 14 % dari penduduk berusia 17 tahun ke atas, Partai Golkar dan PDI-P masing-masing hanya 10-an %. Jadi, GOLPUT secara de facto memenangi Pemilihan Umum Legislatif 2009 ( Kompas, Selasa 14 April 2009 ).
Besarnya angka GOLPUT itu, tidak luput dari kesalahan yang dilakukan oleh KPU sebagai pihak penyelenggagara Pemilihan Umum kali ini. Bahkan Komite Pemilih (Tepi) Indonesia, menyatakan bahwa pelaksanaan Pemilihan Umum Legislatif 2009 dari sisi managemen pelaksanaan merupakan yang terburuk dari pelaksanaan pemilu-pemilu sebelumnya ( Kompas, Sabtu 11 April 2009 ). Kesalahan itu terkait dengan kesalahan Daftar Pemilih Tetap, yang mana telah mengalami penggelembungan dan penggembosan pemilih sekaligus. Banyak warga yang seharusnya telah memiliki Hak untuk memilih tidak terdaftar sebagai pemilih, banyak nama bayi dan nama orang yang telah meninggal malah terdaftar sebagai pemilih, banyak pula nama pemilih ganda. Tambah lagi, banyaknya DPT yang tertukar antar TPS, sehingga banyak caleg yang tidak dikenal oleh pemilih.
Namun, juga tidak menutup kemungkinan sebagian besar pemilih GOLPUT memiliki kesadaran rasional atas fenomena Pemilihan Umum dalam konteks Demokrasi Liberal, yang mana mereka rasa tidak akan membawa dampak perbaikan atas kehidupan bangsa. GOLPUT dalam kelompok masyarakat ini merupakan deklarasi perlawanan dan perjuangan atas ketidakadilan. Dimana dalam pembacaannya, Pemilihan Umum dalam konteks Demokrasi Liberal, seperti yang terjadi di Indonesia kali ini, memberikan kebebasan bagi partai maupun calon yang mereka usung dengan syarat memiliki modal ( kekayaan ) untuk bertarung dalam kampanye politik, bukan bagi mereka yang memiliki program jelas untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Sehingga menjadi tidak mengherankan jika pejabat terpilih tidak akan mampu menelurkan kebijakan-kebijakan yang pro-rakyat dan membawa keadilan dan kesejahteraan pada rakyat.
Banyaknya pelaporan atas pelanggaran Pemilihan Umum Legislatif Kamis kemarin, yang dilakukan oleh partai, calon yang diajukan, atau bahkan penyelenggara Pemilihan Umum ( KPU dan Pemerintah), menjadi bukti bahwa GOLPUT menjadi pilihan yang Rasional. Hingga hari ketiga pukul 18.00 kemarin. Badan Pengawas Pemilu telah menerima 754 laporan kasus pelanggaran administrasi dan tindak pidana pemilu,seperti politik uang dan menggunakan hak pilih orang lain (Koran Tempo, Senin 13 April 2009 ). Selain itu, GOLPUT menjadi rasional setelah kita melihat fenomena mencuatnya calon-calon legislatif yang mendadak menderita depresi berat (gila) atau bahkan mati karena serangan jantung akibat dari kekalahan dalam Pemilihan Umum. Sebagian besar dari mereka merasa bahwa modal besar yang mereka keluarkan tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh. Ini menjadi bukti bahwa majunya mereka untuk mencalonkan diri sebagai calon wakil rakyat bukan karena dilandasi atas kesadarannya untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, tetapi kesadaran atas keuntungan pribadi maupun golongan yang akan diperoleh jika ia menduduki kursi legislatif atau bahkan eksekutif pada Juli mendatang.
Kenyataan di atas menjadi landasan kuat untuk menjawab atas pertanyaan tentang keabsahan dari legitimasi Pemilihan Umum 2009. Dimana jawaban yang tepat merujuk rasionalisasi yang ada adalah “Pemilihan Umum 2009 telah Lemah Legetimasi atau Cacat Kepercayaan”. Ini berarti juga bahwa calon yang terpilih patut untuk mendapatkan Delegetimasi.
Selain pada itu, lemahnya legitimasi Pemilihan Umum 2009 juga diakibatkan oleh banyaknya kecurangan yang terjadi pada proses persiapan, pelaksanaan pemilihan itu sendiri Delegetimasi atas Pemilihan Umum ini bisa berakibat pada lemahnya legetimasi atas calon yang terpilih.pada Delegetimasi atau cacat kepercayaan atas proses Pemilihan Umum itu sendiri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar